Gugatan Ditolak MK, Fahri Hamzah ajak MK Debat Terbuka

TajukPolitik – Gugatan partai Gelombang Rakyat (Gelora) terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ditolak Mahkamah Konstitusi.

Akibat penolakan ini membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah meminta MK membuka ruang debat di persidangan untuk mengetahui lebih dalam duduk perkara permohonan gugatan.

Ia menyatakan, Partai Gelora akan menggugat kembali UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke MK, khususnya terkait aturan keserentakan pemilu. Padahal pada Kamis pekan lalu MK baru saja memutuskan menolak gugatan yang diajukan Gelora.

“Karena sekali lagi, legal standing Partai Gelora diterima, alasan permohonan dianggap baru dan belum pernah dipakai, artinya diterima, tapi sidang tidak diteruskan karena para hakim MK anggap belum perlu berubah sikap. Maka Bagaimana membuktikan kalau saksi belum diperiksa?” ujar Fahri dalam keterangannya, Senin (11/7/2022).

Ia menyayangkan sikap MK yang menolak gugatan Partai Gelora terkait aturan keserentakan pemilu dalam UU Pemilu.

Menurutnya, langkah MK itu prematur karena majelis hakim menolak melanjutkan sidang setelah menerima kedudukan hukum alias legal standing dan dasar gugatan pihaknya.

Fahri yakin pendirian MK mengenai frasa serentak sehingga norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu sebagaimana digugat Gelora, akan bergeser secara fundamental bila melakukan pemeriksaan ahli dan saksi.

“Itulah yang kami sayangkan setelah dua aspek ini dipertimbangkan oleh Majelis Hakim MK, yaitu aspek legal standing dan dasar pengajuan diterima justru majelis hakim menolak untuk meneruskan sidang dan hanya berhenti pada pemeriksaan dokumen permohonan,” kata mantan Wakil Ketua DPR RI itu.

Partai Gelora mengajukan gugatan karena menilai norma frasa pemilu serentak telah dimaknai secara sempit. Yakni hanya sebagai waktu pemungutan suara Pemilu yang harus dilaksanakan pada hari yang sama untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih anggota DPRD.

Jika pada 2024 pemilihan anggota DPR dilaksanakan pada hari yang sama dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka konsekuensi hukum yang timbul adalah hasil perolehan suara atau kursi DPR yang digunakan sebagai syarat bagi partai politik untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di Pemilu 2024 akan menggunakan atau didasari pada perolehan suara atau kursi DPR yang diperoleh partai politik dari hasil Pemilu terakhir atau 2019.

Sementara, Partai Gelora pada penyelenggaraan Pemilu 2019 belum terbentuk partai politik dan mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum publik. Keadaan itu membuat Partai Gelora tidak bisa mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu 2024.

Iklan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!