BANGLISANTUY.COM – Herman Khaeron, anggota Komisi VI DPR RI yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat, memberikan tanggapannya terhadap pernyataan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang dikenal dengan sebutan Whoosh, sebagai investasi sosial yang bertujuan untuk mengurangi kerugian akibat kemacetan, bukan sekadar proyek yang berfokus pada keuntungan bisnis.
Herman menilai bahwa klaim yang dilontarkan oleh Presiden tersebut perlu diuraikan lebih mendalam, terutama terkait dengan siapa yang akan bertanggung jawab atas potensi kerugian yang mungkin timbul dari proyek ini.
“Kalau disebut investasi sosial, lantas siapa yang bertanggung jawab atas kerugian PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dan konsorsium BUMN?” kata Herman kepada wartawan pada Selasa (28/10/2025).
Ia juga menegaskan bahwa proyek kereta cepat ini sejak awal merupakan inisiatif bisnis yang dijalankan oleh badan usaha milik negara (BUMN), bukan oleh pemerintah secara langsung. Dengan demikian, pernyataan mengenai proyek ini sebagai investasi sosial harus diperjelas agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah salah satu ambisi besar pemerintah dalam menghadirkan infrastruktur transportasi yang lebih modern. Meskipun demikian, proyek ini tidak terlepas dari berbagai kontroversi dan tantangan. Sejak awal perencanaan, banyak pihak telah mempertanyakan aspek biaya, efektivitas, dan dampak sosial dari proyek tersebut.
Berbagai analisis dan studi menunjukkan bahwa proyek ini memiliki potensi untuk mendatangkan keuntungan ekonomi jangka panjang, namun realisasinya sering kali diwarnai dengan berbagai permasalahan, seperti pembebasan lahan, pendanaan, hingga keterlambatan dalam pelaksanaan. Hal ini membuat banyak masyarakat skeptis tentang apakah proyek ini benar-benar akan membawa manfaat yang dijanjikan.
Herman Khaeron juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi dari pemerintah dan BUMN terkait proyek ini. Transparansi sangat dibutuhkan agar publik dapat memahami dengan jelas bagaimana proyek ini dijalankan, serta siapa yang akan menanggung risiko jika terdapat kerugian. Keterbukaan ini merupakan bagian dari akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terlibat.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah anggaran yang digunakan untuk mendukung proyek ini. Dalam beberapa kesempatan, anggota DPR telah mengingatkan bahwa APBN tidak seharusnya dijadikan sebagai penyangga utang untuk proyek yang berisiko. Hal ini mencerminkan kesadaran akan perlunya prudensi dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya untuk proyek-proyek besar.
Pernyataan Herman Khaeron tentang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai investasi sosial menggugah banyak pertanyaan mengenai siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi. Proyek ini harus dilihat tidak hanya dari segi potensi keuntungan, tetapi juga dari perspektif tanggung jawab sosial dan keuangan. Ini menjadi penting agar publik dapat memahami dengan jelas nilai dan risiko dari proyek ini, serta untuk memastikan bahwa proyek tersebut memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.




