Tanggapi Kabar MA Kabulkan PK Moeldoko, Pengamat: Keadilan Sudah Dirampas

Pengamat komentari PK Moeldoko terhadap Demokrat

TajukPolitik – Beredar kabar Mahkamah Agung (MA) akan mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga berpendapat PK yang diajukan Moeldoko seharusnya ditolak oleh MA. Sebab, yang dijadikan obyek gugatan judicial review hanyalah AD/ART Partai Demokrat.

“Dalam hirarki hukum di Indonesia, AD/ART bukan produk perundang-undangan,” demikian kata Jamiluddin, Senin (29/5).

Menurut Jamiluddin, sesuai konstitusi, MA memang memiliki kewenangan judicial review terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU yang dinilai tidak sesuai atau bertentangan dengan UU. Sementara AD/ART yang hanya produk Partai Demokrat dan berlaku hanya di internal partainya, tentu bukan produk perundang-undangan.

“Selain itu, para penggugat tidak memiliki legal standing, karena merupakan out put dari KLB yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan A/ART Partai Demokrat,” jelas Jamiluddin.

Ia mendapat informasi, Moeldoko tidak memiliki kartu tanda anggota (KTA) Partai Demokrat. Artinya, semakin membuktikan bahwa Moeldoko tidak punya legal standing untuk menggugat AD/ART PD. Karena itu, MA seharusnya menolak PK yang diajukan Moeldoko.

“Jadi, kalau MA tetap mengabulkan PK yang diajukan Moeldoko, maka keadilan sudah dirampas secara sewenang-wenang. Kekuasaan sudah masuk terlalu jauh ke ranah hukum,” pungkasnya.

Sebelumnya mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) sekaligus pakar hukum tata negara, Denny Indrayana menyebut masih ada upaya pengambilalihan Partai Demokrat oleh Moeldoko.

Ia menjelaskan, pengambilalihan ini adalah dengan tujuan utama menjegal Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024 mendatang

Deni bahkan mengidentikkan hal tersebut seperti insiden perebutan parpol PDI, oleh Suryadi pada tahun 1996 hingga menimbulkan munculnya PDI Perjuangan.

“Kita melihat dengan jelas bahwa ada upaya untuk mengambil alih Partai Demokrat dalam istilah yang digunakan oleh Romahurmuziy dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan ini Demokrat dicopet,” kata Denny melansir dari Metro TV, Senin (29/).

Maka kata Denny, bahasa pencopetan ini adalah bahasa yang perlu diperhatikan.

Bagaimana mungkin tambah dia, Kepala Staf Presiden, Moeldokol sekaligus orang Istana, tangan kanan presiden dibiarkan melakukan proses pengambilalihan.

“Kalau dalam bahasa Romahurmuziy pencopetan partai dan ini dibiarkan juga oleh Presiden. Saya melihat ini sangat penting apalagi di tengah kekhawatiran bahwa ada kaitannya dengan proses pemilihan presiden 2024,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan jika Partai Demokrat berganti struktur kepengurusannya, maka tidak aneh jika kemudian preferensi capresnya berubah tidak lagi ke bakal calon presiden, Anies Baswedan.

 

Iklan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!