Senin, Desember 8, 2025

Menteri LH Hanif Faisol: Restorasi Gambut sebagai Fondasi Ketahanan Iklim Nasional yang Kuat

BANGLISANTUY.COM Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa restorasi gambut memegang peranan krusial dalam kebijakan ketahanan iklim tanah air. Upaya ini bukan sekadar aspek teknis, melainkan merupakan strategi penting untuk mewujudkan keseimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi di Indonesia.

“Restorasi gambut bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan fondasi ketahanan iklim nasional,” ungkap Hanif Faisol Nurofiq saat memberikan keterangan di Jakarta pada Kamis (23/10). Menurutnya, keberhasilan program restorasi ini harus melibatkan perpaduan antara pengetahuan ilmiah dan kearifan lokal.

Keberadaan masyarakat di wilayah gambut tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengelola ekosistem yang memiliki tanggung jawab langsung dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. “Keberhasilan restorasi lahir ketika ilmu pengetahuan berpadu dengan kearifan lokal, ketika masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi pengelola ekosistemnya,” tambah Menteri LH sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) tersebut.

Setelah menghadiri AsiaFlux Conference 2025 di Riau pada Rabu (22/10), Hanif mengungkapkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah berhasil merehabilitasi lebih dari 24,6 juta hektare lahan, termasuk 4,16 juta hektare ekosistem gambut yang telah berhasil dibasahi kembali. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam dengan baik.

Pemerintah juga telah membangun sekitar 45 ribu sekat kanal dan melakukan penanaman kembali spesies tanaman asli yang merupakan karakteristik lahan gambut. Upaya ini tidak hanya sekadar penanaman, tetapi juga memerlukan metode yang berkelanjutan agar dapat bertahan dalam jangka panjang.

Langkah restorasi ini diperkuat dengan pendekatan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) serta sistem digital SiPPEG (Sistem Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut) yang bertujuan untuk memantau kondisi gambut secara akurat dan berbasis data. “Pendekatan berbasis data itu berpadu dengan kearifan lokal, menciptakan tata kelola adaptif yang selaras dengan kondisi sosial dan ekologi di lapangan,” jelas Hanif.

Restorasi gambut kini telah berkembang menjadi gerakan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak. Melalui Program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), sebanyak 1.100 desa secara aktif berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem di wilayah mereka. Ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat dapat berkontribusi besar dalam menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka.

Masyarakat yang berada di sekitar kawasan gambut memiliki pengetahuan dan pengalaman yang kaya tentang ekosistem tersebut. Oleh karena itu, keterlibatan mereka dalam proses restorasi sangatlah vital. Dengan memberikan perhatian pada kearifan lokal, diharapkan program restorasi dapat lebih efektif dan berkelanjutan.

Selanjutnya, kolaborasi antara berbagai pihak akan memberikan dampak yang lebih besar. Baik pemerintah, masyarakat, akademisi, maupun lembaga swadaya masyarakat perlu bersinergi untuk mencapai tujuan restorasi gambut yang tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga seluruh ekosistem di sekitarnya.

Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, restorasi gambut di Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Upaya ini menjadi salah satu kunci dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak.

Poster

Comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru