BANGLISANTUY.COM Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menekankan pentingnya keterlibatan ulama dan pemuka agama dalam menyebarluaskan informasi mengenai bahaya judi online (judol) dalam setiap khotbah keagamaan.
Yusril menilai bahwa fenomena judi online telah berkembang menjadi isu sosial yang signifikan dan memerlukan penanganan yang bersama, bukan hanya oleh pemerintah semata.
“Saya kira memang diseminasi tentang ini perlu mengajak para ulama, para tokoh agama untuk membahas persoalan ini,” ungkap Yusril dalam pernyataannya di Jakarta pada Selasa, 4 November 2025.
Ia juga menyatakan keprihatinannya karena jarang mendapati khotbah Jumat yang mengangkat tema bahaya judi online.
“Kalau saya setiap minggu sembahyang Jumat, dengar khatib, itu lima tahun terakhir ini saya enggak pernah mendengar ada membahas masalah judi online,” kata Yusril.
Menurutnya, topik yang sering dibahas dalam ceramah lebih banyak berfokus pada hal-hal yang bersifat spiritual, seperti dosa dan neraka, sementara masalah nyata yang dihadapi masyarakat seperti judi online terlewatkan.
“Yang dibicarakan masalah neraka jahanam terus-terusan, tapi lupa membahas masalah yang riil dihadapi oleh masyarakat kita,” tambahnya.
Yusril menekankan bahwa perjuangan melawan judi online bukanlah tanggung jawab aparat pemerintah saja, melainkan merupakan tugas seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, pendidik, orang tua, dan keluarga.
“Maka orang tua, tokoh agama, para guru, ustaz dan tokoh masyarakat berkewajiban untuk mengajak masyarakat agar menjauhi perjudian,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan bahwa judi online memiliki tingkat bahaya yang lebih tinggi dibandingkan judi konvensional, terutama karena ia memanfaatkan perkembangan teknologi serta sistem keuangan modern.
Ia menggarisbawahi sikap tegas pemerintah dalam penindakan dan upaya edukasi bagi individu yang terlibat dalam praktik ini.
“Karena itu, pemerintah akan bersikap tegas menghadapi judi online ini. Tidak saja terhadap pelakunya, tidak hanya bandar judinya, tapi juga proses penyadaran kepada para pelaku perjudian itu sendiri,” ucapnya.
Yusril menyoroti dampak yang ditimbulkan oleh judi online, yang kini telah menciptakan kegelisahan di masyarakat. Praktik ini tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada tindakan kriminal, kekerasan, dan bahkan kasus bunuh diri akibat kecanduan.
Lebih tragis lagi, pemerintah menemukan bahwa beberapa dana bantuan sosial justru disalahgunakan untuk berjudi.
“Lebih dari 600 ribu penerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah itu dijadikan modal untuk main judi online,” ungkap Yusril.
Menurut laporan dari PPATK, sebagian besar pemain judi online berasal dari kalangan yang berpenghasilan Rp5 juta ke bawah, dengan total deposit mencapai Rp24 triliun.
Kondisi ini menunjukkan betapa serius dan mendesaknya dampak sosial ekonomi akibat praktik ilegal tersebut, yang semakin meresahkan masyarakat.




