BANGLISANTUY.COM Isu penyalahgunaan narkoba kembali mengotori dunia politik di Indonesia.
Saat ini, perhatian publik tertuju kepada anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi PDI Perjuangan, Agus Black Hoe Budianto.
Legislator yang berasal dari Ngawi ini ditangkap oleh pihak berwenang dari Polres Ngawi pada malam hari Minggu, 30 September 2025, setelah diduga terlibat dalam penggunaan narkoba jenis sabu.
Kapolres Ngawi, AKBP Charles Pandapotan Tampubolon, mengonfirmasi penahanan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa penyelidikan terkait seorang bandar narkoba berinisial AM membawa pada keterlibatan Agus Black.
“Melalui pengembangan kasus bandar narkoba AM dari Ngawi, kami menemukan bukti bahwa AM pernah menjual narkoba kepada anggota DPRD Jawa Timur. Saat ditangkap, Agus Black mengakui telah mengonsumsi narkoba. Hasil tes urine juga menunjukkan positif sabu,” ujar Charles pada Rabu, 1 Oktober 2025.
Walaupun telah terbukti positif menggunakan narkoba, pihak kepolisian belum menetapkan Agus Black sebagai tersangka.
Charles mengemukakan bahwa sesuai dengan ketentuan dari Mahkamah Agung, pengguna narkoba lebih diutamakan untuk menjalani program rehabilitasi dibandingkan dengan proses hukum pidana.
Meski demikian, insiden ini menjadi sorotan serius bagi citra DPRD Jatim dan PDI Perjuangan, mengingat keterlibatan kader partai besar dalam kasus narkoba.
Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Deni Wicaksono, menegaskan bahwa pihaknya menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung. Ia juga menyebutkan bahwa partai masih menunggu informasi resmi dari pihak berwenang mengenai status hukum Agus Black.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan menunggu informasi resmi. Hingga saat ini, baik dari DPRD, pihak kepolisian, maupun lembaga terkait, belum ada pernyataan resmi yang bisa dijadikan acuan untuk bersikap,” ungkap Deni dalam pernyataannya kepada media pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Deni juga menekankan bahwa PDI Perjuangan memiliki sikap tegas terhadap pelanggaran berat, termasuk terkait kasus narkotika.
Menurutnya, aturan partai telah secara jelas mengatur tentang sanksi pemecatan bagi kader yang terbukti bersalah dalam kasus narkoba.
Keterlibatan pejabat publik dalam kasus penyalahgunaan narkoba bukanlah hal baru di Indonesia. Selama bertahun-tahun, sejumlah kasus serupa telah mencoreng citra lembaga legislatif dan membuat publik mempertanyakan integritas para wakil rakyat. Dalam situasi ini, penting bagi partai politik dan lembaga pemerintahan untuk bertindak transparan dan bertanggung jawab.
Partai politik seharusnya tidak hanya menunggu hasil penyelidikan, tetapi juga harus berinisiatif dalam melakukan langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif. Ini termasuk program pendidikan dan kesadaran di kalangan kader mengenai bahaya penggunaan narkoba dan dampaknya terhadap citra partai.
Hal ini juga menggarisbawahi perlunya kerjasama antara pemerintah dan lembaga sosial dalam menyediakan rehabilitasi bagi pengguna narkoba, dan bukan hanya bersikap represif. Sebab, memperbaiki citra lembaga yang ternoda adalah pekerjaan berat yang memerlukan komitmen nyata dari semua pihak.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengawasi kader-kader yang akan mewakili kepentingan publik. Dengan demikian, diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang di masa depan.




