Lontarkan Kritikan Keras BEM UI Posting Puan Bertubuh Tikus

TajukPolitik – Kritikan melalui meme bergambar Ketua DPR RI Puan Maharani berbadan hewan tikus dianggap sebagai sebuah kritik yang paling keras dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU.

Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengatakan, tidak ada alasan khusus menggunakan wajah Puan dengan badan hewan tikus. BEM UI menilai, Puan sebagai representasi dari DPR RI.

“Terkhusus kami cuma mengisyaratkan beliau sebagai pimpinan DPR saja,” ujar Melki, Rabu (22/3).

Saat disinggung alam berbuntut dipolisikan akibat meme tersebut, Melki menganggap bahwa kritik yang disampaikan itu harus diberikan, mengingat anggota DPR saat ini sudah tidak mewakili suara rakyat.

“Dan ini kami anggap kritik yang keras, sehingga kami harap diterima dengan keras dan dipahami dengan keras. Kalau dianggap ada ketakutan atau tidak, kami rasa ini bukan ketakutan, tapi justru kritik ini adalah keharusan,” tegas Melki.

Melki justru mempertanyakan delik hukum apa yang bisa menjerat BEM UI atas meme wajah Puan berbadan tikus tersebut.

“Karena ini ranahnya ranah kritik, ranah yang demokratis. BEM UI merasa bahwa ini masih ranah kritik yang tepat,” pungkas Melki.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) merespons politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, yang mengatakan mahasiswa seharusnya tak mengumbar umpatan terkait meme Ketua DPR Puan Maharani berbadan tikus. BEM UI menyebut meme itu bukan sebuah umpatan, melainkan kritik yang tepat.

“Bagi saya itu bukan sebuah umpatan, tapi itu adalah kritik yang tepat,” kata Ketua BEM UI Melki Sedek Huang saat dihubungi, Kamis (23/3).

Melki menegaskan meme Puan berbadan tikus adalah ekspresi puncak kemarahan mahasiswa UI terkait disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja, yang dinilai sama saja substansinya dengan UU Cipta Kerja.

“Jadi visualisasi dan berbagai hal yang kami publikasikan itu menggambarkan seluruh kemarahan kita. Bahwa orang-orang yang di dalam (DPR) itu bukan lagi mewakili kita, tapi mewakili berbagai kepentingan-kepentingan yang jelas bukan kepentingan rakyat. Sehingga tidak pantas lagi mereka menggunakan kata-

 

 

Iklan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!