TajukPolitik – Pasca diancam Megawati Soekarnoputri untuk tidak bermain dua kaki, tampaknya peluang Ganjar Pranowo untuk maju menjadi capres 2024 akan berakhir.
Menurut Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandez, prediksi Ganjar Pranowo tidak akan berani melawan Megawati.
Namun, jalur alternatif itu sepertinya tidak akan diambil Ganjar Pranowo. Keyakinan itu diungkapkan Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernande
“Saya tidak yakin Ganjar akan berani maju dalam pencapresan 2024 melalui partai lain. Ia, menurut saya, masih menunggu PDIP,” ujar Arya Fernandes melalui keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022).
Arya menilai, Ganjar tidak akan mempertaruhkan karier politiknya dengan maju melalui partai lain karena sejumlah alasan.
“Pertama, belum ada kepastian pencalonan dari partai lain. Dan kedua, Ganjar tidak berani mengambil risiko dengan memilih jalan yang berbeda dengan PDIP, karena hal tersebut didasarkan pada kontribusi PDIP dalam membentuk karir politik Ganjar,” papar Arya.
Salah satu strategi Ganjar supaya terbuka peluang baginya, lanjut Arya, adalah dengan melakukan bargaining terkait benefit bagi PDIP jika mengusungnya.
“Ganjar saya kira akan memilih bernegosiasi dengan PDIP dengan memberikan kewenangan politik yang besar bagi PDIP dalam menentukan formasi capres/cawapres, portfolio kabinet dan lainnya,” ungkapnya.
Terkait formasi capres/cawapres, menurut Arya, tak tertutup kemungkinan misalnya Ganjar-Puan atau Puan-Ganjar. Alasan lain rumitnya jalan bagi Ganjar menuju Pilpres 2024 juga karena persoalan dilematik partai politik lain jika harus mengusungnya.
“Dari sisi partai politik juga tidak mudah mencalonkan Ganjar karena tidak mudah untuk membentuk partai koalisi, disebabkan identifikasi Ganjar yang kuat sebagai tokoh PDIP sehingga dianggap tidak memberikan efek elektoral bagi partai lain,” tutur Arya.
Problematika itu, menurut penilaian Arya berbeda secara situasi dan kondisi dengan nasib Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu 2014 dan 2019.
Pada saat itu, popularitas, elektabilitas dan akseptabilitas Jokowi tercatat sangat tinggi dan berselisih cukup jauh dengan figur-figur kandidat capres lainnya.
“Saat ini gap (selisih) suara antara Ganjar dengan tokoh-tokoh lainnya masih ketat. Apalagi saat ini muncul relatif banyak tokoh potensial yang secara popularitas dan elektabilitas serta kendaraan politik lebih mulus,” pungkas Arya.