Awas Suami Paksa Istri Bersetubuh Dikategorikan Pemerkosaan Dalam RKUHP

suami perkosa istri

TajukPolitik – Para suami harus berhati-hati tidak boleh memaksa istri bersetubuh karena bisa dikategorikan sebagai tindak permerkosaan dalam draft RKUHP.

Salah satu yang diatur dalam RKUHP ini adalah terkait tindak pemerkosaan yang dilakukan suami terhadap istri, maupun sebaliknya.

Salah satu pasal dalam Draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) mengatur tentang suami paksa istri bersetubuh.

Dalam draft RKUHP tersebut ketika suami paksa istri bersetubuh maka dikategorikan sebagai tindak pemerkosaan, atau disangkakan tindak pidana suami perkosa istri.

Adapun, Draf RUU KUHP sudah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR, Rabu (6/7/2022).

Dalam Pasal 477 RKUHP menyatakan setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Berikut bunyi Pasal 477 dalam draf RKUHP tanggal 4 Juli 2022 yang dikutip Kamis (7/7/2022):

Pasal 477

(1) Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:

a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;

b. persetubuhan dengan Anak;

c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau

d. persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal

tentang keadaan disabilitas itu diketahui.

(3) Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan perbuatan cabul berupa:

a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;

b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya

sendiri; atau

c. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.

(4) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi setiap orang yang memaksa anak untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana 101 dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3)

dengan orang lain.

(6) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan korban.

(7) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(8) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

9) Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah anak kandung, anak tiri, atau anak di bawah perwaliannya, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Kumpul Kebo Diancam Penjara 6 Bulan, Berzina Dihukum 1 Tahun

Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatur hukuman bagi masyarakat yang hendak berzina, kumpul kebo, hingga melakukan hubungan sedarah.

Dalam Pasal 415, disebutkan setiap orang yang melakukan perzinaan akan dihukum 1 tahun penjara.

“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi Pasal 415 ayat (1) draf RKUHP tanggal 4 Juli 2022, dikutip Tribun Rabu (6/7/2022).

Dalam ayat (2), dijelaskan pihak yang bisa melaporkan ialah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Sementara terkait kumpul kebo diatur dalam Pasal 416.

Disebutkan Pasal 416 ayat (1), “Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Pihak yang hanya bisa melaporkan sama seperti Pasal 415 ayat (2). Sedangkan soal hubungan sedarah diatur dalam Pasal 417. Dituliskan, hukuman yang akan diterima yakni 12 tahun penjara.

“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun,” bunyi Pasal 417.

Menghina Presiden

Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru juga masih membahas ihwal penyerangan hingga penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.

Menurut poin kelima bagian Buku Kedua draf terbaru RKUHP, pembentukan UU memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan pengujian KUHP, seperti tindak pidana penghinaan presiden, tindak pidana mengenai penodaan agama, dan tindak pidana kesusilaan.

Dalam Pasal 217 disebutkan, orang yang menyerang presiden dan wapres secara fisik dapat dihukum penjara paling lama 5 tahun.

“Setiap Orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun,” bunyi Pasal 217 draf RKUHP tanggal 4 Juli 2022.

Sementara menghina presiden maupun wapres dapat dihukum 3 tahun 6 bulan bui.

“Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi Pasal 218 ayat (1).

Sedangkan Pasal 218 ayat (2) menyebut: “Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.”

Kemudian dalam Pasal 219 disebutkan: “Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman

sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi

informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Namun, patut digarisbawahi bahwa hanya presiden maupun wapres yang dapat mengadukan hal tersebut ke aparat penegak hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 220.Pasal 220 ayat (1) berbunyi: ” Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.”

Pasal 220 ayat (2): “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.”

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyerahkan dua draf RUU kepada Komisi III DPR RI. Dua draf RUU itu adalah RUU Pemasyarakatan dan revisi UU KUHP.

Rapat tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh. Sementara itu pemerintah diwakili Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. “Komisi III DPR RI menerima naskah RUU tentang KUHP dan RUU tentang permasyarakatan yang telah disempurnakan,” kata Pangeran, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

Pemerintah juga memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan (RUU PAS) yang merupakan RUU carry over sudah selesai dan tidak ada perubahan. “Pimpinan dan anggota Komisi III yang mulia, tidak ada perubahan apapun terkait dengan RUU Pemasyarakatan dan selanjutnya akan kami serahkan untuk mendapatkan persetujuan tingkat kedua,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej.

Adapun dalam kesimpulan poin tiga, Komisi III DPR menyepakati untuk membawa RUU PAS ke pembicaraan tingkat selanjutnya.

“Komisi III DPR dan pemerintah bersepakat untuk menyelesaikan RUU tentang Pemasyarakatan untuk diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme perundang-undangan,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.

Komisi III, kata Pangeran, akan membahas draf tersebut secara internal terlebih dahulu, termasuk 14 isu krusial dalam RKUHP yang disorot masyarakat.”Komisi III DPR dan pemerintah untuk menyelesaikan RUU tentang KUHP khususnya terkait dengan 14 isu krusial RUU KUHP sebelum diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya,” ujar Pangeran.

Iklan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!