BANGLISANTUY.COM Cinta Kuya, putri dari artis sekaligus politikus Uya Kuya, baru-baru ini menjadi perhatian publik setelah ia membagikan cerita mengenai rumah masa kecilnya yang diserbu oleh massa di media sosial.
Melalui akun Instagram pribadinya @cintakuya, Cinta yang berusia 21 tahun mengungkapkan rasa sedihnya setelah mendapatkan berita bahwa rumah keluarganya di Jakarta telah diserang dan berbagai harta bendanya telah dijarah.
Dalam penjelasannya, Cinta menceritakan bagaimana ia pertama kali mengetahui peristiwa tersebut berkat telepon dari seorang teman ayahnya. Saat ia membuka media sosial dan melihat video tentang penjarahan yang terjadi, ia mengaku merasa sangat terpukul dan langsung menutup ponselnya. “Rumah aku habis dijarah,” tulisnya dengan penuh kesedihan.
Namun, curhatan Cinta justru mendapatkan banyak kritikan dari sejumlah pengguna media sosial. Beberapa orang berpendapat bahwa ia terlalu mengekspresikan kesedihan pribadi tanpa menunjukkan empati atau meminta maaf atas kejadian tersebut mewakili keluarganya. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisannya juga dinilai kurang baik dan sulit dimengerti.
“Beneran kuliah di US? Tulisannya jelek banget,” komentar salah satu akun yang menemukan kejanggalan dalam unggahannya. “Tulisannya amburadul banget,” sahut pengguna media lain.
Banyak juga yang menggarisbawahi bahwa Cinta lebih banyak berbicara tentang kucing peliharaannya dan barang-barang di rumah dibandingkan dengan konteks serius dari peristiwa tersebut. Pernyataan ini membuat netizen merasa kecewa dan menganggap curhatnya tidak sensitif terhadap situasi yang tengah berlangsung.
Sebagaimana diketahui, peristiwa penjarahan ini terjadi dalam konteks yang lebih luas. Protes dan kerusuhan di berbagai daerah seringkali memunculkan tindakan anarkis, dan rumah-rumah masyarakat tidak jarang menjadi target dalam situasi seperti ini. Cinta Kuya, sebagai bagian dari keluarga publik, tentu merasakan dampak dari fenomena sosial yang lebih besar ini.
Banyak yang berharap agar para publik figur seperti Cinta bisa lebih sensitif dan memberikan perspektif yang lebih dalam ketika berbagi cerita di media sosial. Hal ini penting, terutama di saat-saat sulit seperti yang dialami keluarga Cinta, di mana ketidakadilan dan kekacauan semakin terlihat.
Meski demikian, setiap orang berhak untuk mengekspresikan perasaan mereka, dan mungkin bagi Cinta, berbicara tentang benda-benda yang berharga baginya dapat menjadi cara untuk mengatasi kehilangan yang dialaminya. Namun, saat berada di ranah publik, penting untuk lebih memahami konteks sosial yang ada agar pesan yang disampaikan tidak menyakiti perasaan banyak orang yang mengalami hal serupa.
Dalam menghadapi situasi yang sulit, ada baiknya untuk tetap memberikan dukungan kepada mereka yang sedang melewati masa-masa tersulit, sambil juga mengingat betapa pentingnya berbagi dengan rasa empati. Mari kita terus memperhatikan bagaimana kita berkomunikasi, terutama ketika situasi yang dihadapi berkaitan dengan penderitaan orang lain.