Minggu, Desember 7, 2025

Baleg DPR RI Ungkap Ketimpangan Kuota Haji karena Batasan Masa Tunggu 26 Tahun

BANGLISANTUY.COM Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief Muhammad, memberikan perhatian khusus terhadap kebijakan pemerintah yang menetapkan masa tunggu maksimal keberangkatan haji selama 26 tahun. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk menciptakan pemerataan, berpotensi menciptakan ketimpangan baru, terutama antarprovinsi.

Menurut Habib, wilayah-wilayah dengan jumlah jemaah yang padat, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah, akan merasakan dampak signifikan dari kebijakan ini. “Kita memahami tujuan pemerataan, tetapi kebijakan masa tunggu 26 tahun ini juga menimbulkan dampak bagi daerah-daerah padat jemaah. Misalnya Jawa Barat, yang semula memiliki jatah keberangkatan lebih besar, sekarang harus berkurang hingga sekitar 6 sampai 9 ribu jemaah,” jelasnya kepada Parlementaria, seusai rapat pleno Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Legislator dari Fraksi PKB ini menambahkan bahwa pembatasan masa tunggu menghasilkan kerugian bagi daerah-daerah yang sudah memiliki antrian lama. “Ada provinsi yang semula punya daftar tunggu sampai 49 tahun, tapi sekarang dibatasi hanya 26 tahun. Secara nasional tampak lebih adil, tetapi bagi provinsi besar, ini terasa merugikan,” imbuhnya.

Habib Syarief menekankan pentingnya pengaturan kuota haji yang lebih proporsional agar tidak ada daerah yang dirugikan. Ia juga menyerukan agar pemerintah bernegosiasi dengan otoritas Arab Saudi guna memperbesar kuota nasional haji. Hal ini terutama mengingat rencana Arab Saudi untuk meningkatkan kapasitas jemaah global dari 2,1 juta menjadi 5 juta pada tahun 2030. “Kalau Saudi meningkatkan kuota, itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempercepat masa tunggu. Tapi tentu harus disertai analisis dan diplomasi yang matang,” ucapnya.

Lebih jauh, Habib mengingatkan agar pengaturan kuota yang baru tidak memunculkan peluang bagi praktik ‘jalur cepat’, yang sering kali menguntungkan calon jemaah dengan kemampuan finansial lebih. “Praktik semacam ini mencederai prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji,” tegasnya. Di tengah kesulitan para calon jemaah, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama.

Habib menggambarkan situasi yang mencolok terkait ketidakadilan ini, “Bayangkan, ada yang sudah berusia 70 tahun tapi harus menunggu 20 tahun, sementara yang berusia 30-an bisa langsung berangkat karena punya uang lebih. Hal seperti ini harus dihentikan.” Ergonomis dan etis, penetapan kuota haji harus mencerminkan keadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Dengan semakin banyaknya perhatian yang diberikan terhadap sistem antrian ini, diharapkan pemerintah dapat mendengar aspirasi masyarakat dan melakukan perubahan yang mendukung keadilan dan pemerataan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Poster

Comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru