Dalam diskusi itu, Menko AHY menyampaikan bahwa pembangunan GSW tidak dilakukan secara unilateral, melainkan dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Ia menegaskan bahwa tidak semua area pesisir memerlukan tanggul laut, karena beberapa lokasi dapat diatasi dengan penguatan tanggul pantai atau solusi berbasis ekosistem seperti penanaman mangrove.
“Solusi yang diambil harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Beberapa wilayah cocok dengan tanggul laut, sementara yang lain cukup dengan penguatan pantai dan mangrove. Pendekatan ini lebih adaptif dan berkelanjutan,” jelas AHY setelah pertemuan dengan Presiden.
Ia menggarisbawahi bahwa proyek GSW sangat penting untuk melindungi wilayah Pantura Jawa dari penurunan muka tanah dan banjir rob. Selain melindungi komunitas pesisir, infrastruktur ini juga memastikan kelangsungan kawasan industri strategis serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
AHY juga menekankan peran krusial Badan Otorita Pantura Jawa sebagai pelaksana utama. Lembaga ini diharapkan akan mengembangkan rencana induk sekaligus melaksanakan pembangunan di lima provinsi yang terlibat: DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Kolaborasi antar kementerian dan pemerintah daerah menjadi kunci agar program ini dapat berjalan efektif dan efisien,” tambahnya.
Mengenai pembiayaan, Kepala Badan Otorita sedang merumuskan skema pendanaan yang lebih efisien. AHY menekankan bahwa proyek megah ini tidak bisa hanya bergantung pada APBN, tetapi juga memerlukan investasi baik domestik maupun internasional.
Sebagai langkah awal, pemerintah akan menyelaraskan berbagai konsep yang telah ada agar dapat menghasilkan rencana induk yang komprehensif sebelum memasuki tahap pembangunan fisik.
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI
