BANGLISANTUY.COM Jumlah korban tewas yang diakibatkan oleh kecelakaan kapal karam di perbatasan Malaysia dan Thailand terus meningkat.
Per tanggal Senin (10/11), pihak berwenang di Malaysia melaporkan bahwa sedikitnya 13 orang telah meninggal dunia, di mana sebagian besar dari mereka adalah warga etnis Rohingya dan Bangladesh.
Romli Mustafa, Direktur Badan Penegakan Maritim Malaysia (MMEA) untuk wilayah Kedah dan Perlis, mengungkapkan bahwa tim pencarian dan penyelamatan (SAR) telah menemukan tujuh jenazah tambahan di perairan tersebut.
“Otoritas Thailand juga melaksanakan operasi penyelamatan, dan ditemukan enam jenazah lainnya,” ucap Romli Mustafa.
“Kami berupaya mencari korban lain hari ini,” tambahnya.
Berdasarkan data sementara dari pihak kepolisian, seluruh korban yang telah ditemukan adalah warga Bangladesh dan Rohingya, termasuk di dalamnya enam perempuan.
Kapal Bawa 300 Migran, Terbalik di Dekat Pulau Tarutao
Kepala Polisi Langkawi, Khairul Azhar Nuruddin, menjelaskan bahwa dari korban yang ditemukan, enam di antaranya adalah perempuan Rohingya.
Tragedi ini terjadi pada hari Minggu (9/11), saat sebuah kapal yang membawa lebih kurang 300 migran terbalik dan tenggelam di dekat Pulau Tarutao, yang terletak di wilayah perbatasan Malaysia dan Thailand.
Petugas kepolisian menjelaskan bahwa para migran tersebut berangkat dari Buthidaung, Myanmar, dengan tujuan akhir Malaysia, menggunakan kapal besar.
Namun, ketika mendekati perbatasan, mereka diminta untuk berpindah ke tiga kapal kecil, masing-masing mengangkut sekitar 100 orang, guna menghindari pengawasan pihak berwenang.
Sayangnya, kapal-kapal kecil yang kelebihan muatan tersebut tidak mampu menghadapi gelombang laut yang tinggi dan akhirnya karam.
Operasi pencarian oleh tim SAR dari kedua negara masih berlanjut, berupaya menemukan puluhan korban yang masih hilang.
Migran Rohingya dan Risiko Jalur Laut Menuju Malaysia
Malaysia merupakan tujuan utama bagi migran dari Asia Selatan, terutama bagi etnis Rohingya yang melarikan diri dari konflik dan penindasan di Myanmar.
Negara jiran ini diketahui menampung jutaan pekerja migran, banyak di antaranya tanpa dokumen resmi, yang bekerja di sektor-sektor seperti pertanian, konstruksi, dan perkebunan.
Kondisi yang mendorong migrasi ini kerap kali disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan ekonomi di negara asal mereka. Hal ini yang membuat banyak orang berisiko mengambil jalur laut yang berbahaya demi mencapai Malaysia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kejadian serupa sering kali terjadi, di mana kapal-kapal yang membawa migran terjatuh dalam perjalanan akibat kelebihan muatan atau cuaca buruk. Keberadaan jalur laut yang tidak aman ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari pemerintah dan organisasi internasional untuk melindungi migran yang mencari perlindungan dari situasi sulit di negara asal mereka.




