BANGLISANTUY.COM – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan pentingnya pendekatan yang unik bagi Indonesia dalam menerapkan pembangunan berkelanjutan. Dalam pandangannya, tidak ada cara yang dapat diadopsi secara otomatis dari negara-negara maju. Setiap negara memiliki konteks, kebutuhan, dan kapasitas yang berbeda, sehingga tak dapat disamakan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh AHY saat memberikan pidato di acara Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 yang berlangsung di Jakarta pada Jumat, 10 Oktober 2025.
“Satu pelajaran yang jelas, tidak ada formula yang cocok untuk semua. Tidak ada solusi instan, dan tidak ada satu pun pola yang bisa ditiru begitu saja oleh negara berkembang,” ungkapnya dengan tegas.
AHY mengamati bahwa agenda global terkait keberlanjutan cenderung didominasi oleh negara-negara maju, yang telah lebih dahulu menjalani proses industrialisasi. Berbagai model pembangunan, teknologi transisi, dan narasi kebijakan banyak ditentukan berdasarkan pengalaman dan kebutuhan mereka, bukan berdasarkan realitas yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia.
Dia menambahkan, “Demografi, kebutuhan pertumbuhan, serta kondisi fiskal kita sangat berbeda. Karena itu, kita membutuhkan peta jalan sendiri menuju pembangunan berkelanjutan.”
Melalui forum IISF 2025, AHY menjelaskan keinginannya untuk menjadikan Indonesia bukan sekadar penerima gagasan global, melainkan juga sebagai mitra aktif dalam menciptakan solusi untuk ekosistem keberlanjutan dunia. Forum ini diharapkan dapat menjadi wadah pertukaran ide, inovasi, dan eksperimen yang menghasilkan model pembangunan yang adil, realistis, dan memiliki visi masa depan yang jelas.
“Ini bukan sekadar konferensi, tetapi platform untuk membentuk narasi kita sendiri,” tegasnya, menunjukkan betapa pentingnya posisi Indonesia dalam mempengaruhi diskursus global mengenai keberlanjutan.
Dalam penutupan pidatonya, AHY menekankan bahwa aspek keberlanjutan harus dimulai dari elemen-elemen yang paling mendasar, seperti pangan, air, dan energi. Ketiga hal tersebut merupakan fondasi kehidupan dan kemandirian bangsa.
“Tanpa itu semua, tidak ada bangsa yang dapat membangun masa depan yang adil dan langgeng,” tandasnya, menekankan urgensi perhatian pada isu-isu dasar yang menjadi penopang peradaban.