BANGLISANTUY.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan bahwa pasukan AS telah kembali melancarkan serangan terhadap sebuah kapal di perairan internasional Karibia yang dicurigai terlibat dalam penyelundupan narkoba. Serangan ini menjadi bagian dari upaya lebih luas untuk memberantas perdagangan narkoba yang disebut sebagai ancaman bagi keamanan nasional AS.
Pada Jumat (19/9/2025), Trump menyampaikan pernyataan itu melalui platform Truth Social, mengklaim bahwa tiga individu yang ia sebut sebagai “narkoteroris” tewas dalam operasi militer ini. Ia menekankan bahwa aksi ini merupakan langkah tegas pemerintah dalam mengambil sikap terhadap jaringan perdagangan narkoba.
Trump menjelaskan bahwa instruksi untuk melancarkan serangan tersebut disampaikan kepada Menteri Pertahanan, bertujuan menargetkan kapal yang dianggap sebagai bagian dari organisasi teroris yang terlibat dalam perdagangan narkoba. Informasi intelijen yang diterima mengonfirmasi bahwa kapal tersebut melintasi jalur penyelundupan yang kerap digunakan untuk memasukkan narkoba ke wilayah Amerika Serikat.
Serangan ini menjadi yang ketiga dalam beberapa minggu terakhir dan yang kedua dalam waktu kurang dari seminggu. Dalam rangkaian serangan ini, Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, juga membagikan video yang menunjukkan momen serangan, di mana kapal tersebut terlihat melaju cepat sebelum terkena serangan rudal dan terbakar hebat.
Presiden Trump menegaskan bahwa tidak ada korban dari pihak angkatan bersenjata AS dalam insiden ini. Ia sekali lagi menyerukan kepada publik untuk menghentikan perdagangan narkoba dan fentanil, yang menurutnya “meracuni rakyat Amerika.” Sebelum aksi terbaru ini, pasukan AS telah melaksanakan dua serangan sejenis di Karibia, dengan serangan pertama menargetkan kapal terkait kartel Tren de Aragua, yang mengakibatkan sebelas korban jiwa.
Trump menilai operasi-operasi tersebut sebagai bentuk peringatan keras terhadap upaya penyelundupan narkoba. Namun, tindakan tersebut menuai kecaman dari Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, yang menganggap serangan AS sebagai “ancaman keterlaluan.”
Serangan kedua terjadi dua minggu setelah serangan pertama, yang mengklaim telah menewaskan tiga orang dan mencurigai kapal tersebut sebagai pengangkut kokain dan fentanil. Namun, banyak media internasional mencatat bahwa AS tidak menyediakan bukti publik yang cukup untuk mendukung klaim tersebut. Situasi ini memicu perdebatan mengenai legalitas operasi militer yang dilakukan di perairan internasional, yang diatur oleh hukum maritim global.
Walaupun Trump menegaskan bahwa operasi ini sah berdasarkan Konstitusi AS, sejumlah ahli hukum internasional menyatakan bahwa serangan terhadap kapal di perairan internasional bisa melanggar hukum maritim dan hak asasi manusia. Mereka mempertanyakan dasar hukum yang digunakan AS untuk mengkategorikan kartel narkoba sebagai organisasi teroris asing, yang memungkinkan penggunaan kekuatan militer dalam operasi semacam ini.
Hingga saat ini, Pentagon telah merujuk semua pertanyaan mengenai legalitas serangan tersebut kepada Gedung Putih. Namun, Gedung Putih belum memberikan pernyataan resmi mengenai masalah ini, memunculkan lebih banyak spekulasi tentang langkah selanjutnya dalam kampanye militer AS terhadap perdagangan narkoba di kawasan tersebut.




